Kekuasaan animasi melampaui batas kewajarannya dalam era keemasannya antara tahun 1928 hingga 1950. Para kartunis papan atas Amerika meliputi rumah produksi Walt Disney Coorporation, Warner Bros., Metro-Goldwyn-Mayer, Merrie mellodies, Looney Tunes dan R.K.O Radio Pictures, gencar-gencarnya memajang sketsa literatur bersifat ofensif dan tak senonoh. Ratusan bentangan kain, ribuan gambar kartun, jutaan bingkai individu disketsa dan disempurnakan dengan media cat air, langsung dengan coretan tangan, tanpa bantuan tekhnologi. Objek yang dicibir banyak orang, diantaranya tingkah laku dan penampilan orang-orang negro, homoseksual, pendatang dari belahan dunia selatan, mereka yang terbelakang mental, orang-orang Arab, Kanada, Eskimo, Italia, negara-negara latin, orang-orang Asia, yahudi, Jerman, orang Rusia, Australia, India, Skotlandia, Perancis, Irlandia, bahkan, konyolnya, penghuni planet Mars.
Awal pemutaran perdana film kartun di bioskop mewah menarik minat orang untuk menyaksikannya. Selanjutnya kartun-kartun yang sejenis beredar tiada henti selama beberapa dekade di televisi. Setelah itu, dengan adanya penemuan Video Cassette Recorder, kartun dengan mudah ditemukan di rental-rental, sehingga generasi masa depan beranak pinak menjadi saksi pada setiap bingkai kunci yang jadi “berkah” tontonan.
Seiring bergulirnya waktu, sebagai konsekuensi keberatan para orang tua, sponsor yang terlalu sensitif, kebijakan usaha yang tanggung dan “pertukaran” manisnya berbudaya, porsi substansial dari kartun-kartun klasik ini hilang selamanya dan beberapa diantaranya bahkan punah.
Lantas muncullah fitur-fitur animasi yang sedikit merujuk pada alkohol, perzinahan, perjudian, mariyuana, fornografi, umpatan-umpatan cabul, seks yang menyimpang atau situasi-situasi berpotensi kearah berbuat cabul, meinan seks rekreatif, serta tindakan pembunuhan terhadap diri sendiri.
Diterjemahkan oleh M Nurman dari rotten.dot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar